KU pun bisa salah…
“Kenapa kemarin kau tak hadir?” Tanya Michiru pada Sayuri.
“Maaf Michiru, kemarin aku disuruh mama jaga rumah…” ucap Sayuri pelan.
“Umm, begitu ya… usahakan syuro selanjutnya datang ya…” ucap Michiru seraya tersenyum kecut lalu meninggalkan Sayuri.
Michiru masih kesal dengan kejadian kemarin saat syuro, dari segitu banyak panitia, yang hadir hanya tujuh orang ikhwan dan 6 orang akhwat. Saat ditanya, ada aja alasan mereka, yang disuruh jaga rumahlah, ada acaralah, ada leslah, dan lain sebagainya. Kadang Michiru merasa ingin berhenti saja dari jalan ini, ia merasa begitu letih, ia ingin beristirahat…
*****
Keesokkan harinya.
Islamic World tinggal sebulan lagi, tapi dana yang dibutuhkan masih belum mencukupi, Michiru selaku Ko’a kelabakan setengah mati mikirin gimana cara dapat uang dalam waktu singkat.
“Michiru, nanti syuro jam berapa?” Tanya Sayuri memecah lamunan Michiru.
“Owh… Eh, jam 2, laangsung habis pulang sekolah di perpus masjid…..” jelas Michiru.
“owh… makasih ya Michiru…”
Sayuri pun meninggalkan Michiru.
Tak terasa bel tanda pulang sekolah pun berbunyi. Michiru pun segera pergi ke perpus untuk syuro Islamic World. Namun sayangnya perpus masih kosong, tak ada satu orang pun disana. Sambil menunggu Michiru pun membaca buku Biologi, besok dia ulangan.
Setelah menunggu kurang lebih 15 menit, akhirnya datang beberapa orang ikhwan, salah seorang diantaranya adalah Mizuno, Ko’i Islmic World.
“Afwan, di akhwat sudah berapa orang yang hadir?” Tanya Mizuno.
“Baru aku aja…” jawab Michiru singkat.
Tiga puluh menit pun berlalu. Syuro pun dimulai, yang hadir enam orang ikhwan dan enam orang akhwat.
Selama syuro Michiru kesal, “Kenapa semua seakan tak peduli dengan Islamic World, sebulan itu waktu yang singkat…” keluhnya.
Akhirnya syuro pun berakhir, dana yang kurang masih sebesar dua juta rupiah. Dan rencananya besok baik akhwat maupun ikhwan akan mencari sponsor lagi.
*****
Keesokkan harinya.
“Michiru, maaf kemarin aku tak bisa datang… kau tentu tahu kan, tadi ada ulangan Biologi, jadi kemari aku tak datang karena belajar buat ulangan tadi… maaf ya…” ucap Sayuri.
“Owh, …ya aku tahu. Lalu bagaimana? Kau bisa mengerjakannya?” Tanya Michiru.
“Ya…alhamdululillah…” jawab Sayuri seraya tersenyum.
Michiru tersenyum tipis, “ Alhamdulillah… maaf aku harus pergi” ucap Michiru lalu meninggalkan Sayuri.
Michiru berlari meujun taman sekolah, ia benar-benar kecewa pada Sayuri. Bagi Michiru, Sayuri sangatlah egois. Ia hanya memikirkan masalahnya saja dan tak sedikit pun memikirkan Islamic World.
“Kalau Sayuri bisa melakukan itu? Kenapa aku tidak? Aku ingin berhenti dari semua ini, aku sangat letih…” isak Michiru, air matanya kini telah berderai membasahi pipinya.
“Kenapa? Kenapa seakan tak ada yang peduli dengan Islamic World?”
“Hmmm begitukah?”
Michiru menghapus air matanya lalu memalingkan wajahnya ke arah suara tersebut. Ternyata itu suara Taku, salah seorang ikhwan panitia Islamic World.
“Haah… tak kusangka kau berpikir seperti itu, Michiru…” keluhnya.
“Apa maksudmu Taku?” ucap Michiru marah, ia cukup tersinggung dengan ucapan yang baru saja keluar dari mulut Taku.
“Yaahh… kalau ko’anya saja bicara seperti itu, bagaimana dengan jundinya? Haah…bagaimana ya nasib Islamic World… masa gagal?”
“Jaga bicaramu Taku! Takkan kubiarkan Islamic World gagal, Islamic World adalah salah satu sarana untuk kita berdakwah. Takkan kubiarkan gagal,” jawab Michiru.
“Begitukah? Bukankah kau telah lelah? Bukankah kau sendiri yang bilang kau ingin beristirahat? Kau tak lupa dengan kata-katamu barusan kan?” Tanya Taku dengan suara keras.
Michiru diam, tak bisa membalas kata-kata Taku.
“Kenapa kau diam?“ tanyanya lagi.
“Aku…aku… aku …” Michiru tak melanjutkan kata-katanya.
“Haah… sudahlah…”
“Ah, satu lagi Michiru, apa kau terus merasa hanya kau yang memikirkan Islamic World?”
Sekilas Michiru memandang Taku, wajahnya benar-benar seram, Michiru tahu Taku sedang marah. Dan ini yang pertama kali Michiru melihat Taku marah. Selama ini, Taku hanya diam saat syuro, ia seakan tak peduli dengan apapun yang terjadi saat syuro.
“Hei, aku bertanya padamu. Apa kau mendengar?”
“Aah… ya. Kadang aku merasa hanya aku yang memikirkan Islamic World…”
Taku memandang Michiru sinis, “Lalu apa yang telah kau lakukan untuk Islamic World?” Tanyanya lagi.
Michiru hanya diam, tak menjawab. Ia terkejut dengan pertanyaan Taku, ia sadar ia tak melakukan apa-apa untuk Islamic World. Selama ini ia hanya terus berkomentar dan menilai apa yang telah teman-temannya lakukan untuk Islamic World. Padahal ia sendiri pun belum melakukan sesuatu yang berarti untuk Islamic World.
“Maafkan aku, aku memang tak melakukan apapun yang berarti untuk Islamic World. Selama ini aku hanya…hiks..hiks…” Michiru tak sanggup melanjutkan kata-katanya, ia tak kuat menahan air matanya.
“Haah dasar wanita. Ini…” keluh Taku seraya menyodorkan sapu tangannya.
Michiru mengambil sapu tangan itu, ia pun menghapus air matanya.
“Jangan pernah berpikir seperti itu lagi. Jujur aku sangat marah ketika kau bilang tak ada yang memikirkan Islamic World. Semua panitia pasti memikirkannya, kita semua juga tak mau Islamic World gagal…”
Michiru menganggukkan kepalanya, “Maafkan aku…”
“Ahh… sudahlah…” seru Taku seraya berbalik.
“Kau tak usah khawatir, Islamic World takkan gagal…” lanjutnya.
Michiru mengangkat pandangannya. Ia melihat Taku tersenyum tipis, seraya memamerkan sesuatu di tangannya. Michiru menatapnya tak percaya…
“Sponsorship…?” seru Michiru.
“Begitulah…” jawab Taku lalu berbalik meninggalkan Michiru…
Michiru menghapus sisa air mata di pipinya, perlahan ia menatap sapu tangan di tangannya, tersenyum senang.
“ありがとうございますたく。。。”
2 komentar:
so.. should judge the book by its cover or not? :)
yea, you are right dw1 :)
Post a Comment